Wednesday, October 5, 2016

Inilah caranya Tingkatkan produksi Kopi di hingga NAIK PROFIT 50% !! di lahan Perkebunan Anda | Analisa Usaha Tani Tanaman Kopi







Inilah caranya Tingkatkan produksi Kopi di hingga NAIK PROFIT 50% !! di lahan Perkebunan Anda.



Aplikasi MaxiGrow Pada kopi

Kopi tumbuh pada daerah dengan ketinggian 800-1500 di atas permukaan laut, curah hujan 1250-3000mm, suhu 180-250C, kedalaman solum tanah minimal 30 cm, kelembaban udara 70-80%, kemiringan 0-400, pH tanah 5,5-6,5.

 


Pemupukan saat pembibitan :
 
 Semprot media tanam dengan MaxiGrow sebelum untuk pembibitan


 Siramkan larutan MaxiGrow secara merata pada setiap media tanam, ketika berumur 10 hari ( 1 liter MaxiGrow dicampur dengan 100 s.d. 150 liter air, cukup untuk 300s/d 400 polybag besar).


 Selanjutnya lakukan pemupukan MaxiGrow setiap bulan sekali sampai penanaman.







Pemupukan saat penanaman dan masa belum produktif.

 
 Sebelumnya tanah diolah, dibuat lubang tanam dan diberi pupuk kandang.


 Tiga hari sebelum penanaman, siram lahan/area tanam secara merata dengan larutan MaxiGrow. Dibutuhkan 2 s/d 3 liter MaxiGrow dicampur dengan 100 s.d. 200 liter air per hektar.


 Selanjutnya lakukan pemupukan MaxiGrow setiap 2 s/d 3 bulan sekali sampai usia 16 bulan.






Pemberian pupuk saat kopi sudah mulai produktif
 Dibutuhkan 6 s.d. 12 liter pupuk MaxiGrow setiap tahun


 Lakukan pemupukan 3 s/d 4 bulan sekali, dengan menggunakan 2 s/d 3 liter MaxiGrow setiap aplikasi.


 Encerkan 2 s/d 3 liter MaxiGrow dengan 100 s.d. 200 liter air.

 Untuk efektifitas pemupukan, buat 4 lubang (4 arah mata angin) dengan kedalaman 20 cm dengan diameter 5 cm


 Jarak lubang tersebut dari batang pohon adalah ½ tajuk ( setengah jarak ujung daun terluar dari batang pohon), atau kurang lebih 1,5 meter.


 Tuangkan pada setiap lubang 250 ml larutan MaxiGrow.


 Pupuk kimia diberikan sesuai dengan anjuran/rekomendasi setempat, tetapi selalu diatur agar aplikasi pupuk kimia dilakukan setelah pemupukan MaxiGrow.







Analisa Usaha Tani Tanaman Kopi


BAB I PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Pembangunan pertanian yang berbasis agribisnis dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-unsur sub sistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya, sampai ke pemasaran hasil. Keterpaduan tersebut memungkinkan terbentuknya suatu kemitraan usaha yang ideal antara usaha besar (inti) dengan petani (plasma).
Sektor usaha perkebunan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang melalui usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta nasional atau asing. Perkebunan rakyat bercirikan usaha skala kecil, pengelolaan secara tradisional, produktivitas rendah dan tidak mempunyai kekuatan menghadapi pasar. Di lain pihak, perkebunan besar yang memiliki skala usaha yang besar, mengelola usahanya secara modern dengan teknologi tinggi, sehingga produktivitasnya tinggi dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi pasar. Kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan melakukan kemitraan antara perkebunan besar dengan perkebunan rakyat. Salah satu komoditas perkebunan yang dapat dikembangkan melalui kemitraan usaha tersebut adalah kopi.
Tanaman kopi sudah lama dibudidayakan baik oleh rakyat maupun perkebunan besar. Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia cenderung berkurang. Jika pada tahun 1992 luas lahan 1.333.898 ha, maka pada tahun 1997, berkurang 154.055 ha menjadi 1.179.843 ha. Namun demikian, produksinya meningkat dari 463.930 ton pada tahun 1992 menjadi 485.889 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1992 ekspor kopi Indonesia mencapai 259.349 ton atau 59% dari total produksi dan nilai yang didapatkan adalah US$ 236.775.000. Sedangkan volume ekspor sampai dengan September 1997 mencapai 372.958 ton atau 77% dari total produksi dengan nilai US$ 577.914. Peningkatan persentase volume kopi yang di ekspor ini cenderung meningkatkan dengan harga kopi pasaran dunia yang dinilai dengan US$. Hal ini juga menyebabkan harga kopi arabika di beberapa daerah meningkat dari Rp. 15.000/kg pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 31.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Hal ini juga terjadi pada kopi robusta, walaupun peningkatannya tidak sebesar kopi arabika, yaitu dari Rp. 5.250 pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 22.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Harga kopi robusta tersebut adalah harga untuk kualitas I.
Melihat prospek pasar komoditas kopi tersebut, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun. Usaha pengembangan tersebut akan lebih berdaya guna jika melibatkan perkebunan besar dan perkebunan rakyat yang terikat dalam suatu kemitraan usaha. Untuk itulah dalam laporan ini akan dibahas pola kemitraan terpadu dengan melihat aspek kelayakan usaha, yang terdiri dari aspek pemasaran, teknis budidaya, finansial, Aspek Sosial Ekonomi serta bagaimana pola kemitraan terpadu yang sesuai untuk dikembangkan dalam komoditas ekspor.
b.      Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dalam usaha tani tanaman kopi ini adalah untuk memahami langkah-langkah dalam perencanaan usaha tani
Untuk mengetahui seberapa besar biaya yang akan di butuhkan dalam usahatani kopi yang akan kita lakukan dan memprediksi kelayakan usahatani yang di lakukan
c.       Usaha Yang Akan Di kembangkan
Peluang untuk pengembangan perkopian Indonesia ditunjuk-kan   oleh profitabilitas yang diperoleh petani kopi secara finansial dan ekonomi. Dengan demikian perkebunan kopi rakyat di Indonesia layak untuk diteruskan dan secara ekonomi perkebunan kopi rakyat mampu berjalan secara efisien. Selain itu, usaha pengolahan kopi bubuk rakyat sangat dominan menggunakan biaya input domestik. Relatif sedikitnya kandungan input impor dalam biaya produksi pengolahan kopi bubuk maka diharapkan usaha pengolahan kopi akan memiliki daya saing yang kuat di masa mendatang,ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam usaha pengembangan komoditas kopi.
1.      Pertama, permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih sangat tinggi, terutama di pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200 juta jiwa merupakan pasar potensial.
2.      Ke Dua, peluang ekspor terbuka terutama bagi negaranegara pengimpor wilayah nontradisional seperti Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah dan Eropa Timur. Walaupun perdagangan ke Timur Tengah masih sering terjadi dispute payment.
3.      Ke tiga, kelimpahan sumberdaya alam dan letak geografis di wilayah tropis merupakan potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi. Produk kopi memiliki sentra produksi on-farm, yang hanya membutuhkan keterpaduan dengan industri pengolahan dan pemasarannya.
4.      Ke empat, permintaan produk kopi olahan baik pangan maupun non pangan cenderung mengalami kenaikan setiap tahun, sebagai akibat peningkatan kesejahteraan pen-duduk, kepraktisan dan perkembangan teknologi hilir.
5.      Ke lima, tersedianya bengkelbengkel alat dan mesin pertanian di daerah serta tersedianya tenaga kerja. Seperti alat pemecah biji kopi, alat pengupas kulit kopi, dan lantai jemur.
BAB II DESKRIPSI KELAYAKAN ASPEK
a.      Pemasaran
Hal-hal yang dipaparkan dalam aspek pemasaran ini, terdiri dari peluang pasar, produksi (sebagai pendekatan sisi penawaran) dan situasi persaingan. Dalam hal ini, perlu dijelaskan bahwa terdapat sejumlah aspek yang perlu mendapat perhatian.
Harga jual kopi yang diterima pelaku pasar kopi dalam jangka panjang terbukti fluktuatif disebabkan kondisi permintaan dan penawaran di pasar internasional. Khusus untuk Indonesia saat ini, harga yang diterima oleh para produsen sangat dipengaruhi oleh depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika, sehingga perhitungan kelayakannya perlu mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga sehubungan dengan apresiasi rupiah di masa depan.
Selama ini, kekhawatiran terhadap produksi kopi yang melimpah lebih mengarah pada jenis Kopi Robusta. Produksi Kopi Arabika di Indonesia hanya sekitar 5% dari produksi total, sehingga jenis kopi ini masih mempunyai peluang pasar yang tinggi, karena sekitar 70% permintaan kopi dunia adalah untuk Kopi Arabika.
b.      Aspek Yuridis
·         Akte pendirian NOTARIS berupa CV
·         NPWP
·         SIUP
·         Surat tnda daftar Perushaan
·         SIUP
·         Sertifikat Tanah
·         Bukti pembayaran PBB terakhir
c.       Aspek Organisasi Manajemen
POLA KEMITRAAN TERPADU
Organisasi
Program Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.
Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya.
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.
4. Bank
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.
POLA KERJASAMA
Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :
a.           Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan Eksportir.
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA (kredit koprasi primer) kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/ eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi
d.      Aspek Teknik Produksi
PRODUKSI KOPI
Di Indonesia, tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan perkebunan besar di beberapa tempat, antara lain di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan Timor-Timur. Dari keseluruhan sentra produksi tersebut, produksi kopinya mencapai 88,37% dari total produksi Indonesia. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan kopi diperkirakan 1.179.843 ha dengan produksi 485.889 ton. Nilai tersebut lebih tinggi 1.480 ha dan 7.038 ton dari tahun sebelumnya. Potensi lahan yang masih dapat dikembangkan untuk perkebunan kopi diperkirakan sekitar 790.676 ha. Pada Tabel  dapat dilihat perkembangan luas areal produksi kopi di Indonesia.
Tabel .  Luas Areal Dan Produksi Kopi di Indonesia
Tahun
Keterangan
Nilai
1990
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
1.069.848
412.767
1991
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
1.119.854
428.305
1992
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
1.133.898
436.930
1993
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
1.147.567
438.868
1994
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
1.140.385
450.191
1995
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
1.167.511
457.801
1996*)
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
1.178.363
478.851
1997**)
Luas Areal (ha)
roduksi (ton)
1.179.843
485.889
Keterangan : *) Angka sementara **) Angka estimasi per 11 Maret 1998.
Sumber : Website Deptan www.deptan.go.id
e.       Aspek Finansial
KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI
Biaya investasi untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi kebun kopi rakyat digunakan untuk biaya investasi tanaman dan non tanaman. Perincian biaya investasi untuk 2 ha kebun kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 12.
Biaya investasi ekstensifikasi tanaman kopi pada Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung dan tanaman kopi, serta pembuatan teras. Sedangkan biaya Tahun Ke-1 (TBM-1) dan ke 2 (TBM-2) digunakan untuk perawatan tanaman, seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit.

Investasi non tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun, seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit seperti Perum PKK, Askrindo atau PKPI. Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.
Tabel 12. Kebutuhan Biaya Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan Biaya
Nilai (Rp per 2 Ha)
Ekstensifikasi
Intensifikasi
A. INVESTASI TANAMAN
-   Tahun 0 (TBM 0)
13.667.580
10.160.610
-   Tahun 1 (TBM 1)
2.664.600
1.998.450
-   Tahun 2 (TBM 2)
2.509.200
1.881.900
Jumlah Investasi Tanaman
18.841.280
14.040.960
 
B. INVESTASI NON TANAMAN
1.680.800
1.770.200
Total Investasi Tan + Non Tanaman
23.022.080
15.811.160
Biaya Umum
600.000
176.739
 
JUMLAH INVESTASI
20.522.080
15.987.899
Bunga masa Konstruski (IDC)
6.631.304
0
 
JUMLAH KESELURUHAN
27.753.384
15.987.899


Untuk intensifikasi kebun kopi, biaya yang diperlukan adalah pembelian sarana produksi, peralatan pertanian kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit perbankan diberikan untuk pembelian sarana produksi pertanian, peralatan pertanian dan biaya tenaga kerja untuk pemangkasan. Jumlah kebutuhan biaya untuk intensifikasi tersebut adalah seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan Dana untuk Intensifikasi Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan Biaya
Nilai (Rp/ha)
Sumber Dana (Rp/ha)
Perbankan
Sendiri
Sarana Produksi
- Pukuk
668.800
668.800
0
- Pestisida + angkutan
218.250
218.250
0
Peralatan pertanian
885.100
885.100
0
Investasi Lainnya
88.370
88.370
0
Tenaga kerja
678.400
217.600
460.800
Jumlah
2.538.920
2.078.120
460.800
KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI
Biaya investasi untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi kebun kopi rakyat digunakan untuk biaya investasi tanaman dan non tanaman. Perincian biaya investasi untuk 2 ha kebun kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Kebutuhan Biaya Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan Biaya
Nilai (Rp per 2 Ha)
Ekstensifikasi
Intensifikasi
A. INVESTASI TANAMAN
-   Tahun 0 (TBM 0)
13.667.580
10.160.610
-   Tahun 1 (TBM 1)
2.664.600
1.998.450
-   Tahun 2 (TBM 2)
2.509.200
1.881.900
Jumlah Investasi Tanaman
18.841.280
14.040.960
 
B. INVESTASI NON TANAMAN
1.680.800
1.770.200
Total Investasi Tan + Non Tanaman
23.022.080
15.811.160
Biaya Umum
600.000
176.739
 
JUMLAH INVESTASI
20.522.080
15.987.899
Bunga masa Konstruski (IDC)
6.631.304
0
 
JUMLAH KESELURUHAN
27.753.384
15.987.899
Biaya investasi ekstensifikasi tanaman kopi pada Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung dan tanaman kopi, serta pembuatan teras. Sedangkan biaya Tahun Ke-1 (TBM-1) dan ke 2 (TBM-2) digunakan untuk perawatan tanaman, seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit.
Investasi non tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun, seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit seperti Perum PKK, Askrindo atau PKPI. Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.
Untuk intensifikasi kebun kopi, biaya yang diperlukan adalah pembelian sarana produksi, peralatan pertanian kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit perbankan diberikan untuk pembelian sarana produksi pertanian, peralatan pertanian dan biaya tenaga kerja untuk pemangkasan. Jumlah kebutuhan biaya untuk intensifikasi tersebut adalah seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan Dana untuk Intensifikasi Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan Biaya
Nilai (Rp/ha)
Sumber Dana (Rp/ha)
Perbankan
Sendiri
Sarana Produksi
- Pukuk
668.800
668.800
0
- Pestisida + angkutan
218.250
218.250
0
Peralatan pertanian
885.100
885.100
0
Investasi Lainnya
88.370
88.370
0
Tenaga kerja
678.400
217.600
460.800
Jumlah
2.538.920
2.078.120
460.800
PROYEKSI LABA/RUGI
Proyeksi laba/rugi memberikan gambaran tentang keuntungan atau kerugian usaha perkebunan kopi arabika di masa mendatang. Asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan laba atau rugi ini adalah menyangkut kualitas biji kopi yang dijual oleh petani. Petani dapat menjual kopinya kepada Perusahaan Inti dalam bentuk glondongan basah atau kopi tanduk kering. Produktivitas lahan (selama tahun ke-3) sampai akhir tahun ke-11. Sedangkan untuk pola intensifikasi tanaman menghasilkan dianggap mulai tahun ke-1 (sekalipun sebelumnya sudah menghasilkan dengan produktivitas relatif rendah) hingga tahun ke-9.
1.      Pada pola ekstensifikasi, pada tahun pertama kopi berbuah (tahun ke 3) keuntungan petani hanya 3,5 juta/tahun (profit margin 28,9%), maka pada tahun berikutnya, keuntungannya meningkat sejalan dengan peningkatan produktivitas kebun. Keuntungan tersebut mencapai puncaknya pada tahun ke -8 dan ke-9, yaitu Rp. 15,7 juta/tahun (profit margin 69,1%). Pada tahun ke-11, keuntungan bersih petani sebesar Rp. 12,5 juta/tahun (profit margin 61,9%). Secara rinci proyeksi laba-rugi tersebut terdapat pada Lampiran A-02;
2.      Pada pola intensifikasi, pada tanaman kopi berbuah, keuntungan petani hanya Rp. 7,1 juta/tahun (profit margin 57,7%), maka pada tahun ke-6 dan ke-7, keuntungan menjadi Rp. 15,1 juta/tahun (profit margin 66,2%). Pada tahun ke 9, keuntungan bersih petani sebesar Rp. 11,9 juta/tahun (profit) margin 64,9%).
Tabel 14. Proyeksi Laba-Rugi Tahun ke-3 dan Tahun ke-11 Kebun Kopi Arabika
Uraian
Nilai (Rp/2 Ha)
Ekstensifikasi
Intensifikasi
Tahun ke-3
Tahun ke-11
Tahun ke -3
Tahun ke- 9
Hasil Penjualan
12.250.000
19.250.000
12.250.000
19.250.000
Jumlah Biaya Usaha
8.309.727
5.288.169
4.395.753
6.043.895
Pajak dan lain-lain
394.027
1.396.183
785.425
1.320.611
Laba bersih
3.546.246
12.565.648
7.068.822
11.855.495
NERACA BISNIS
Proyeksi Neraca (dihitung pada akhir tahun) terus menunjukkan peningkatan seperti tampak pada Tabel 15.
1.      Untuk proyek Ekstensifikasi , kekayaan petani meningkat dari Rp. 0 pada awal tahun menjadi Rp. 97,3 juta pada akhir tahun ke -11 jika perolehan hasil usaha tersebut ditanamkan kembali kedalam proyek ini. Pada tahun tersebut, nilai sisa aktiva tetap adalah Rp. 16,1 juta dan tidak memiliki hutang ke bank, demikian juga akumulasi Tabungan Hari Depan (THD) telah mencapai Rp. 9,7 juta. Dengan posisi tersebut, petani sudah mampu mandiri untuk melanjutkan usahanya.
2.      Untuk proyek Intensifikasi, kekayaan petani meningkat dari Rp. 0 pada awal tahun menjadi Rp. 120,6 juta pada akhir tahun ke 9 jika perolehan hasil usaha tersebut ditanamkan kembali ke dalam proyek ini. Pada tahun tersebut, nilai sisa aktiva tetap adalah Rp. 9,1 juta dan tidak memiliki hutang ke bank, demikian juga akumulasi Tabungan Hari Depan telah mencapai Rp. 10,7 juta. Dengan posisi tersebut petani sudah mampu mandiri untuk melanjutkan usahanya.
Tabel 15. Proyeksi Neraca Kebun Kopi Arabika
Uraian
Nilai (Rp/2 Ha)
Ekstensifikasi
Intensifikasi
Tahun ke-3
Tahun ke-11
Tahun ke -1
Tahun ke- 9
Akiva lancar
364.129
81.271.613
8.769.700
111.512.135
Tabungan Hari Depan
354.625
9.734.371
706.882
10.656.423
Hutang Bank
27.753.384
0
2.970.640
0
Laba Ditahan
(489.356)
97.343.708
7.068.822
106.564.230
Total Asset
27.264.028
96.701.468
24.080.422
120.605.190
PROYEKSI ARUS KAS
Dengan mengatur seluruh dana pembiayaan dari bank dan adanya grace period selama 2 tahun (untuk proyek Ekstensifikasi), maka selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan yaitu selama 5 tahun, dimulai pada tahun ke-3 hingga tahun ke-7. Setelah tahun ke-8 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka dapat membiayai sendiri usahanya.
Demikian pula, untuk proyek Intensifikasi, selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 3 tahun, dimulai pada tahun ke-1 hingga tahun ke-3. Setelah tahun ke-4 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka, petani dapat membiayai sendiri usahanya.
Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C), Break Even Point (BEP) dan Pay-back Period, seperti tampak pada Tabel 16.
Tabel 16.  Kriteria Kelayakan Usaha Kebun Kopi Rakyat
Kriteria Kelayakan
Ekstensifikasi
Intensifikasi
NPV (df = 16%)
Rp. 10,36 juta
Rp. 35,67 juta
Net B/C
5,03
7,8
IRR
28,27%
63,67%
BEP
1,927 kg
427 kg
Pay back Period
4 tahun 8 bulan
2 tahun 8 bulan
ANALISA SENSIVITAS
Dengan pertimbangan bahwa harga jual kopi arabika cenderung fluktuatif dalam pasar internasional, serta harga-harga saat ini lebih banyak dipengaruhi deprisiasi rupiah terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana penurunan harga dari asumsi yang dikemukakan berpengaruh terhadap kelayakan proyek yang diukur dengan perubahan Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C), dan Pay-back Period.
Hasilnya untuk proyek Ekstensifikasi dapat dilihat pada Tabel 17, sedangkan untuk proyek Intensifikasi dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 17. Analisa Sensitivitas untuk Proyek Ekstensifikasi
No
Harga Jual Kopi
B/C
IRR
Payback Period
1.
Normal (sesuai asumsi)
5,03
28,27%
4 tahun 8 bulan
2.
Harga jual Rp. 3.250 -/kg
4,65
26,34%
5 tahun 1 bulan
3.
Harga jual Rp. 2.750-/kg
3,87
22,17%
5 tahun 7 bulan
4.
Harga jual Rp. 2.250,-/kg
3,09
17,45%
6 tahun 10 bulan
Tabel 18. Analisa Sensitivitas Untuk Proyek Intensifikasi
No
Harga Jual Kopi
B/C
IRR
Payback Period
1.
Normal (sesuai asumsi)
7,8
63,67%
2 tahun 8 bulan
2.
Harga jual Rp. 3.250,-/kg
7,11
58,22%
3 tahun
3.
Harga jual Rp. 3.000,-/kg
6,42
52,69%
3 tahun 2 bulan
4.
Harga jual Rp. 2.500,-/kg
5,05
41,23%
4 tahun 9 bulan
5.
Harga jual Rp. 2. 050-/kg
3,81
30,25%
5 tahun 8 bulan
6.
Harga jual Rp. 1.500,-/kg
2,30
15,34%
7 tahun 7 bulan


Agar usaha layak secara finansial, maka tingkat harga jual kopi (biji basah) minimal Rp. 2.250/kg untuk Proyek Ekstensifikasi dan Rp. 1.500/kg untuk Proyek Intensifikasi
f.       Aspek Sosial
ASPEK SOSIAL EKONOMI
Pembangunan perkebunan kopi rakyat dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan, konstruksi sampai pasca konstruksi. Dengan demikian aktivitas pembangunan perkebunan ini akan berdampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek maupun para petani peserta proyek.
Pengembangan usaha perkebunan ini akan memberikan contoh positif bagi sistem usaha tani yang intensif dan lebih maju kepada masyarakat sekitar lokasi proyek, yang bersifat praktis yaitu melalui learning by doing dan seeing is be leaving.
Sebagaimana diuraikan dalam analisis finansial, pengembangan proyek perkebunan kopi rakyat ini akan meningkatkan pendapatan petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani.
Secara lebih luas proyek perkebunan ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat, seperti peningkatan jasa transportasi, jasa perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya, serta peningkatan perolehan devisa negara, karena komoditas kopi ini termasuk salah satu komoditas ekspor.
Terbukanya hutan atau termanfaatkan 'lahan tidur' yang dikembangkan menjadi areal produktif yang diiringi berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin baiknya aksebilitas akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang wilayah tersebut.
 
ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN
Pembukaan kawasan untuk proyek perkebunan dengan pola kemitraan terpadu, dimana plasmanya berasal dari masyarakat petani setempat akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati maupun sosial ekonomi.
Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan keterkaitannya dengan ekosistem atau sub-ekosistem lainnya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada komponen-komponen lingkungan laiinya, antara lain satwa liar, hama dan penyakit tanaman, air, udara , transportasi dan akhirnya berdampak pula pada komponen sosial, ekonomi, budaya, serta komponen kesehatan lingkungan.
Untuk itu perlu adanya telaah lingkungan yang berguna memberikan informasi lingkungan, mengidentifikasi permasalahan lingkungan, kemudian mengevaluasi dampak penting yang timbul untuk kemudian disusun suatu alternatif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif.
Telaah Amdal yang berkaitan dengan pembangunan proyek perkebunan ini, yang harus dilakukan antara lain, identifikasi permasalahan lingkungan, yaitu telaah 'holistik' terhadap seluruh komponen lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat pengembangan proyek perkebunan ini, seperti perubahan tata guna lahan, iklim mikro, tanah, vegetasi, satwa, hama dan penyakit tanaman, sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan sebagainya
BAB III PENUTUP
a.      Kesimpulan
·         Analisa permintaan dan penawaran menunjukkan bahwa sampai saat ini komoditas kopi merupakan komoditas andalan ekspor non-migas
·         Kopi adalah komoditas yang bebas dijual belikan, sehingga dalam menerapkan pola kemitraan untuk komoditas tersebut perlu dibuat nota kesepakatan yang mengikat setiap pihak, serta saling menguntungkan antara petani dan mitra usaha besar.
·         Pola kemitraan yang dikembangkan adalah Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) dengan mekanisme closed system yang dapat menguntungkan pihak-pihak yang bermitra, yaitu petani (plasma) mitra usaha besar dan perbankan.
·         Dengan unit usaha 2 ha/petani, maka kebutuhan biaya untuk ekstensifikasi kebun kopi arabika adalah 27.753.384/2 ha (termasuk IDC). Biaya tersebut digunakan untuk investasi tanaman, non tanaman, management fee dan asuransi
Sedangkan kebutuhan biaya untuk intensifikasi adalah Rp. 15.259.649/2ha. Dengan mempertimbangkan asset petani, maka kredit yang diberikan adalah Rp. 2.078.639/ha. Kredit tersebut digunakan untuk sarana produksi pada TM-1 dan beberapa kebutuhan investasi non tanaman.
·         Sesuai dengan proyek aliran kas untuk Proyek Ekstensifikasi kredit ini akan dapat dilunasi oleh petani dalam waktu 7 tahun dengan grace period selama 2 tahun, yaitu selama tanaman belum menghasilkan. Dari proyek tersebut juga terlihat bahwa sejak tanaman mulai menghasilkan petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan kas usahanya tidak pernah mengalami defisit. Untuk proyek intensifikasi kredit akan dapat dilunasi oleh petani dalam waktu 3 tahun, tanpa grace period. Dari proyeksi tersebut juga terlihat bahwa petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan kas usahanya tidak pernah mengalami defisit.
·         Hasil analisa keuntungan menunjukkan untuk Proyek Ekstensifikasi, dengan skim KKPA yang berbunga 16% per tahun usaha ini menguntungkan. IRR 28,27% dan B/C nya sebesar 5,03. Untuk proyek Intensifikasi, IRR 63,67% dan B/C 7,8.
·         Berdasarkan analisa sensitifitas, agar memenuhi kelayakan finansial untuk proyek Ekstensifikasi harga jual minimal kopi adalah Rp. 2.250/kg, sedangkan untuk proyek Intensifikasi Rp. 1.500/kg
·         Dilihat dari aspek pemasaran, teknis budidaya dan finansial, usaha pengembangan kebun kopi arabika ini layak untuk dikembangkan dengan kredit perbankan.
b.      Saran
Dari hasil analisa usahatani komoditas kopi, kegiatan tersebut sangatlah menguntungkan untuk di jalankan mengingat kopi sangat baik tumbuh di Indonesia dan merupakan salah satu komoditi ekspor untuk pemasukan devisa Negara, dan kopi juga dapat menjaga kestabilan lingkungan serta salah satu tabungan bagi pelaku usaha sampingan.

No comments:

Post a Comment