Aplikasi MaxiGrow Pada kopi
Kopi tumbuh pada daerah dengan ketinggian 800-1500 di atas permukaan laut, curah hujan 1250-3000mm, suhu 180-250C, kedalaman solum tanah minimal 30 cm, kelembaban udara 70-80%, kemiringan 0-400, pH tanah 5,5-6,5.
Pemupukan saat pembibitan :
Semprot media tanam dengan MaxiGrow sebelum untuk pembibitan
Siramkan larutan MaxiGrow secara merata pada setiap media tanam, ketika berumur 10 hari ( 1 liter MaxiGrow dicampur dengan 100 s.d. 150 liter air, cukup untuk 300s/d 400 polybag besar).
Selanjutnya lakukan pemupukan MaxiGrow setiap bulan sekali sampai penanaman.
Pemupukan saat penanaman dan masa belum produktif.
Sebelumnya tanah diolah, dibuat lubang tanam dan diberi pupuk kandang.
Tiga hari sebelum penanaman, siram lahan/area tanam secara merata dengan larutan MaxiGrow. Dibutuhkan 2 s/d 3 liter MaxiGrow dicampur dengan 100 s.d. 200 liter air per hektar.
Selanjutnya lakukan pemupukan MaxiGrow setiap 2 s/d 3 bulan sekali sampai usia 16 bulan.
Pemberian pupuk saat kopi sudah mulai produktif
Dibutuhkan 6 s.d. 12 liter pupuk MaxiGrow setiap tahun
Lakukan pemupukan 3 s/d 4 bulan sekali, dengan menggunakan 2 s/d 3 liter MaxiGrow setiap aplikasi.
Encerkan 2 s/d 3 liter MaxiGrow dengan 100 s.d. 200 liter air.
Untuk efektifitas pemupukan, buat 4 lubang (4 arah mata angin) dengan kedalaman 20 cm dengan diameter 5 cm
Jarak lubang tersebut dari batang pohon adalah ½ tajuk ( setengah jarak ujung daun terluar dari batang pohon), atau kurang lebih 1,5 meter.
Tuangkan pada setiap lubang 250 ml larutan MaxiGrow.
Pupuk kimia diberikan sesuai dengan anjuran/rekomendasi setempat, tetapi selalu diatur agar aplikasi pupuk kimia dilakukan setelah pemupukan MaxiGrow.
Analisa Usaha Tani Tanaman Kopi
BAB
I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pembangunan pertanian yang
berbasis agribisnis dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-unsur
sub sistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya, sampai ke pemasaran
hasil. Keterpaduan tersebut memungkinkan terbentuknya suatu kemitraan usaha
yang ideal antara usaha besar (inti) dengan petani (plasma).
Sektor usaha perkebunan di Indonesia telah tumbuh dan
berkembang melalui usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah
dan milik swasta nasional atau asing. Perkebunan rakyat bercirikan usaha skala
kecil, pengelolaan secara tradisional, produktivitas rendah dan tidak mempunyai
kekuatan menghadapi pasar. Di lain pihak, perkebunan besar yang memiliki skala
usaha yang besar, mengelola usahanya secara modern dengan teknologi tinggi,
sehingga produktivitasnya tinggi dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi pasar.
Kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan melakukan kemitraan antara
perkebunan besar dengan perkebunan rakyat. Salah satu komoditas perkebunan yang
dapat dikembangkan melalui kemitraan usaha tersebut adalah kopi.
Tanaman kopi sudah lama dibudidayakan baik oleh rakyat maupun
perkebunan besar. Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia
cenderung berkurang. Jika pada tahun 1992 luas lahan 1.333.898 ha, maka pada
tahun 1997, berkurang 154.055 ha menjadi 1.179.843 ha. Namun demikian,
produksinya meningkat dari 463.930 ton pada tahun 1992 menjadi 485.889 ton pada
tahun 1997. Pada tahun 1992 ekspor kopi Indonesia mencapai 259.349 ton atau 59%
dari total produksi dan nilai yang didapatkan adalah US$ 236.775.000. Sedangkan
volume ekspor sampai dengan September 1997 mencapai 372.958 ton atau 77% dari
total produksi dengan nilai US$ 577.914. Peningkatan persentase volume kopi
yang di ekspor ini cenderung meningkatkan dengan harga kopi pasaran dunia yang
dinilai dengan US$. Hal ini juga menyebabkan harga kopi arabika di beberapa
daerah meningkat dari Rp. 15.000/kg pada bulan Desember 1997 menjadi Rp.
31.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Hal ini juga terjadi pada kopi
robusta, walaupun peningkatannya tidak sebesar kopi arabika, yaitu dari Rp.
5.250 pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 22.000/kg pada minggu I bulan
Agustus 1998. Harga kopi robusta tersebut adalah harga untuk kualitas I.
Melihat prospek pasar komoditas
kopi tersebut, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas
kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun. Usaha
pengembangan tersebut akan lebih berdaya guna jika melibatkan perkebunan besar
dan perkebunan rakyat yang terikat dalam suatu kemitraan usaha. Untuk itulah
dalam laporan ini akan dibahas pola kemitraan terpadu dengan melihat aspek
kelayakan usaha, yang terdiri dari aspek pemasaran, teknis budidaya, finansial,
Aspek Sosial Ekonomi serta bagaimana pola kemitraan terpadu yang sesuai untuk
dikembangkan dalam komoditas ekspor.
b. Maksud dan Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan dalam usaha tani tanaman kopi ini adalah untuk memahami
langkah-langkah dalam perencanaan usaha tani
Untuk mengetahui seberapa besar
biaya yang akan di butuhkan dalam usahatani kopi yang akan kita lakukan dan
memprediksi kelayakan usahatani yang di lakukan
c. Usaha Yang Akan Di kembangkan
Peluang
untuk pengembangan perkopian Indonesia ditunjuk-kan oleh
profitabilitas yang diperoleh petani kopi secara finansial dan ekonomi. Dengan
demikian perkebunan kopi rakyat di Indonesia layak untuk diteruskan dan secara
ekonomi perkebunan kopi rakyat mampu berjalan secara efisien. Selain itu, usaha
pengolahan kopi bubuk rakyat sangat dominan menggunakan biaya input domestik.
Relatif sedikitnya kandungan input impor dalam biaya produksi pengolahan kopi
bubuk maka diharapkan usaha pengolahan kopi akan memiliki daya saing yang kuat
di masa mendatang,ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam usaha
pengembangan komoditas kopi.
1.
Pertama, permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih
sangat tinggi, terutama di pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200
juta jiwa merupakan pasar potensial.
2.
Ke
Dua, peluang ekspor
terbuka terutama bagi negaranegara pengimpor wilayah nontradisional seperti
Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah dan Eropa Timur. Walaupun perdagangan ke
Timur Tengah masih sering terjadi dispute payment.
3.
Ke
tiga, kelimpahan
sumberdaya alam dan letak geografis di wilayah tropis merupakan potensi besar
bagi pengembangan agribisnis kopi. Produk kopi memiliki sentra produksi on-farm,
yang hanya membutuhkan keterpaduan dengan industri pengolahan dan pemasarannya.
4.
Ke
empat, permintaan produk
kopi olahan baik pangan maupun non pangan cenderung mengalami kenaikan setiap
tahun, sebagai akibat peningkatan kesejahteraan pen-duduk, kepraktisan dan
perkembangan teknologi hilir.
5.
Ke
lima, tersedianya
bengkelbengkel alat dan mesin pertanian di daerah serta tersedianya tenaga
kerja. Seperti alat pemecah biji kopi, alat pengupas kulit kopi, dan lantai
jemur.
BAB II DESKRIPSI KELAYAKAN
ASPEK
a. Pemasaran
Hal-hal yang
dipaparkan dalam aspek pemasaran ini, terdiri dari peluang pasar, produksi
(sebagai pendekatan sisi penawaran) dan situasi persaingan. Dalam hal ini,
perlu dijelaskan bahwa terdapat sejumlah aspek yang perlu mendapat perhatian.
Harga jual kopi yang diterima pelaku pasar kopi dalam
jangka panjang terbukti fluktuatif disebabkan kondisi permintaan dan penawaran
di pasar internasional. Khusus untuk Indonesia saat ini, harga yang diterima
oleh para produsen sangat dipengaruhi oleh depresiasi rupiah terhadap dollar
Amerika, sehingga perhitungan kelayakannya perlu mempertimbangkan kemungkinan
penurunan harga sehubungan dengan apresiasi rupiah di masa depan.
Selama ini, kekhawatiran terhadap produksi kopi yang
melimpah lebih mengarah pada jenis Kopi Robusta. Produksi Kopi Arabika di
Indonesia hanya sekitar 5% dari produksi total, sehingga jenis kopi ini masih
mempunyai peluang pasar yang tinggi, karena sekitar 70% permintaan kopi dunia
adalah untuk Kopi Arabika.
b. Aspek
Yuridis
·
Akte pendirian NOTARIS berupa CV
·
NPWP
·
SIUP
·
Surat tnda daftar Perushaan
·
SIUP
·
Sertifikat Tanah
·
Bukti pembayaran PBB terakhir
c. Aspek
Organisasi Manajemen
POLA KEMITRAAN TERPADU
Organisasi
Program Kemitraan Terpadu
(PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar
(inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit
dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan
PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan
keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma,
serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan
efisien.
Pengolahan atau eksportir
dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan
Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman
bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT
yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara
semua pihak yang bermitra.
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani
yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan
menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha
kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan
yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan
proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha,
sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau
usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya
dengan perbaikan pada aspek usaha.
Luas lahan atau skala usaha
bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing
petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang
Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok
adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan
oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya
ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil
plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi
primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu
plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya.
3. Perusahaan Besar dan
Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama
sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan
fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli
seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau
diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis
usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani
plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan
pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan
sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal
ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma.
Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil
panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.
4. Bank
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani
Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti,
dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja
pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek
budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di
dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit
dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan
proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih
berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini,
sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.
POLA KERJASAMA
Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,
dapat dibuat menurut dua pola yaitu :
a.
Petani yang tergabung dalam
kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada
Perusahaan Perkebunan/Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama
seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA (kredit koprasi primer) kepada
petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan
pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah
pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.
b. Petani yang tergabung
dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang
dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan
perkebunan/pengolahan/ eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini,
pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai
Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha,
apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi
tanggung jawab koperasi
d. Aspek
Teknik Produksi
PRODUKSI KOPI
Di
Indonesia, tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan perkebunan besar di
beberapa tempat, antara lain di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan
Timor-Timur. Dari keseluruhan
sentra produksi tersebut, produksi kopinya mencapai 88,37% dari total produksi
Indonesia. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan kopi diperkirakan 1.179.843
ha dengan produksi 485.889 ton. Nilai tersebut lebih tinggi 1.480 ha dan 7.038
ton dari tahun sebelumnya. Potensi lahan yang masih dapat dikembangkan untuk
perkebunan kopi diperkirakan sekitar 790.676 ha. Pada Tabel dapat dilihat perkembangan luas areal
produksi kopi di Indonesia.
Tabel . Luas Areal
Dan Produksi Kopi di Indonesia
Tahun
|
Keterangan
|
Nilai
|
1990
|
Luas
Areal (ha)
Produksi (ton) |
1.069.848
412.767 |
1991
|
Luas
Areal (ha)
Produksi (ton) |
1.119.854
428.305 |
1992
|
Luas
Areal (ha)
Produksi (ton) |
1.133.898
436.930 |
1993
|
Luas
Areal (ha)
Produksi (ton) |
1.147.567
438.868 |
1994
|
Luas
Areal (ha)
Produksi (ton) |
1.140.385
450.191 |
1995
|
Luas
Areal (ha)
Produksi (ton) |
1.167.511
457.801 |
1996*)
|
Luas
Areal (ha)
Produksi (ton) |
1.178.363
478.851 |
1997**)
|
Luas Areal (ha)
roduksi (ton) |
1.179.843
485.889 |
Keterangan :
*) Angka sementara **) Angka estimasi per 11 Maret 1998.
Sumber : Website Deptan www.deptan.go.id
Sumber : Website Deptan www.deptan.go.id
e.
Aspek
Finansial
KEBUTUHAN
BIAYA INVESTASI
Biaya investasi untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi
kebun kopi rakyat digunakan untuk biaya investasi tanaman dan non tanaman.
Perincian biaya investasi untuk 2 ha kebun kopi arabika dapat dilihat pada
Tabel 12.
Biaya investasi
ekstensifikasi tanaman kopi pada Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan
lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung dan
tanaman kopi, serta pembuatan teras. Sedangkan biaya Tahun Ke-1 (TBM-1) dan ke
2 (TBM-2) digunakan untuk perawatan tanaman, seperti penyulaman, pemupukan dan
pencegahan hama dan penyakit.
Investasi non tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun, seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit seperti Perum PKK, Askrindo atau PKPI. Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.
Investasi non tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun, seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit seperti Perum PKK, Askrindo atau PKPI. Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.
Tabel
12. Kebutuhan Biaya Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan Biaya
|
Nilai (Rp per 2 Ha)
|
|
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
|
A. INVESTASI TANAMAN
|
||
- Tahun 0 (TBM
0)
|
13.667.580
|
10.160.610
|
- Tahun 1 (TBM
1)
|
2.664.600
|
1.998.450
|
- Tahun 2 (TBM
2)
|
2.509.200
|
1.881.900
|
Jumlah Investasi Tanaman
|
18.841.280
|
14.040.960
|
B. INVESTASI NON TANAMAN
|
1.680.800
|
1.770.200
|
Total Investasi Tan + Non Tanaman
|
23.022.080
|
15.811.160
|
Biaya Umum
|
600.000
|
176.739
|
JUMLAH INVESTASI
|
20.522.080
|
15.987.899
|
Bunga masa Konstruski (IDC)
|
6.631.304
|
0
|
JUMLAH KESELURUHAN
|
27.753.384
|
15.987.899
|
Untuk
intensifikasi kebun kopi, biaya yang diperlukan adalah pembelian sarana
produksi, peralatan pertanian kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit
perbankan diberikan untuk pembelian sarana produksi pertanian, peralatan
pertanian dan biaya tenaga kerja untuk pemangkasan. Jumlah kebutuhan biaya
untuk intensifikasi tersebut adalah seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel
13. Kebutuhan Dana untuk Intensifikasi Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan Biaya
|
Nilai (Rp/ha)
|
Sumber Dana (Rp/ha)
|
|
Perbankan
|
Sendiri
|
||
Sarana
Produksi
|
|||
-
Pukuk
|
668.800
|
668.800
|
0
|
-
Pestisida + angkutan
|
218.250
|
218.250
|
0
|
Peralatan
pertanian
|
885.100
|
885.100
|
0
|
Investasi
Lainnya
|
88.370
|
88.370
|
0
|
Tenaga
kerja
|
678.400
|
217.600
|
460.800
|
Jumlah
|
2.538.920
|
2.078.120
|
460.800
|
KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI
Biaya
investasi untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi kebun kopi rakyat digunakan
untuk biaya investasi tanaman dan non tanaman. Perincian biaya investasi untuk
2 ha kebun kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel
12. Kebutuhan Biaya Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan Biaya
|
Nilai (Rp per 2 Ha)
|
|
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
|
A.
INVESTASI TANAMAN
|
||
- Tahun
0 (TBM 0)
|
13.667.580
|
10.160.610
|
- Tahun
1 (TBM 1)
|
2.664.600
|
1.998.450
|
- Tahun
2 (TBM 2)
|
2.509.200
|
1.881.900
|
Jumlah
Investasi Tanaman
|
18.841.280
|
14.040.960
|
B.
INVESTASI NON TANAMAN
|
1.680.800
|
1.770.200
|
Total
Investasi Tan + Non Tanaman
|
23.022.080
|
15.811.160
|
Biaya
Umum
|
600.000
|
176.739
|
JUMLAH
INVESTASI
|
20.522.080
|
15.987.899
|
Bunga
masa Konstruski (IDC)
|
6.631.304
|
0
|
JUMLAH KESELURUHAN
|
27.753.384
|
15.987.899
|
Biaya
investasi ekstensifikasi tanaman kopi pada Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk
pembukaan lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung
dan tanaman kopi, serta pembuatan teras. Sedangkan biaya Tahun Ke-1 (TBM-1) dan
ke 2 (TBM-2) digunakan untuk perawatan tanaman, seperti penyulaman, pemupukan
dan pencegahan hama dan penyakit.
Investasi
non tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun, seperti jalan kebun,
dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit ini dijaminkan ke perusahaan
penjamin kredit seperti Perum PKK, Askrindo atau PKPI. Selain itu dimasukkan
juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang
besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.
Untuk
intensifikasi kebun kopi, biaya yang diperlukan adalah pembelian sarana
produksi, peralatan pertanian kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit
perbankan diberikan untuk pembelian sarana produksi pertanian, peralatan
pertanian dan biaya tenaga kerja untuk pemangkasan. Jumlah kebutuhan biaya
untuk intensifikasi tersebut adalah seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan
Dana untuk Intensifikasi Kebun Kopi Arabika
Kebutuhan
Biaya
|
Nilai
(Rp/ha)
|
Sumber
Dana (Rp/ha)
|
|
Perbankan
|
Sendiri
|
||
Sarana
Produksi
|
|||
-
Pukuk
|
668.800
|
668.800
|
0
|
-
Pestisida + angkutan
|
218.250
|
218.250
|
0
|
Peralatan
pertanian
|
885.100
|
885.100
|
0
|
Investasi
Lainnya
|
88.370
|
88.370
|
0
|
Tenaga
kerja
|
678.400
|
217.600
|
460.800
|
Jumlah
|
2.538.920
|
2.078.120
|
460.800
|
PROYEKSI LABA/RUGI
Proyeksi
laba/rugi memberikan gambaran tentang keuntungan atau kerugian usaha perkebunan
kopi arabika di masa mendatang. Asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan
laba atau rugi ini adalah menyangkut kualitas biji kopi yang dijual oleh
petani. Petani dapat menjual kopinya kepada Perusahaan Inti dalam bentuk
glondongan basah atau kopi tanduk kering. Produktivitas lahan (selama tahun
ke-3) sampai akhir tahun ke-11. Sedangkan untuk pola intensifikasi tanaman
menghasilkan dianggap mulai tahun ke-1 (sekalipun sebelumnya sudah menghasilkan
dengan produktivitas relatif rendah) hingga tahun ke-9.
1. Pada
pola ekstensifikasi, pada tahun pertama kopi berbuah (tahun ke 3) keuntungan
petani hanya 3,5 juta/tahun (profit margin 28,9%), maka pada tahun berikutnya,
keuntungannya meningkat sejalan dengan peningkatan produktivitas kebun.
Keuntungan tersebut mencapai puncaknya pada tahun ke -8 dan ke-9, yaitu Rp.
15,7 juta/tahun (profit margin 69,1%). Pada tahun ke-11, keuntungan bersih
petani sebesar Rp. 12,5 juta/tahun (profit margin 61,9%). Secara rinci proyeksi
laba-rugi tersebut terdapat pada Lampiran A-02;
2. Pada
pola intensifikasi, pada tanaman kopi berbuah, keuntungan petani hanya Rp. 7,1
juta/tahun (profit margin 57,7%), maka pada tahun ke-6 dan ke-7, keuntungan
menjadi Rp. 15,1 juta/tahun (profit margin 66,2%). Pada tahun ke 9, keuntungan
bersih petani sebesar Rp. 11,9 juta/tahun (profit) margin 64,9%).
Tabel 14. Proyeksi
Laba-Rugi Tahun ke-3 dan Tahun ke-11 Kebun Kopi Arabika
Uraian
|
Nilai
(Rp/2 Ha)
|
|||
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
|||
Tahun
ke-3
|
Tahun
ke-11
|
Tahun
ke -3
|
Tahun
ke- 9
|
|
Hasil
Penjualan
|
12.250.000
|
19.250.000
|
12.250.000
|
19.250.000
|
Jumlah
Biaya Usaha
|
8.309.727
|
5.288.169
|
4.395.753
|
6.043.895
|
Pajak
dan lain-lain
|
394.027
|
1.396.183
|
785.425
|
1.320.611
|
Laba
bersih
|
3.546.246
|
12.565.648
|
7.068.822
|
11.855.495
|
NERACA BISNIS
Proyeksi
Neraca (dihitung pada akhir tahun) terus menunjukkan peningkatan seperti tampak
pada Tabel 15.
1. Untuk
proyek Ekstensifikasi , kekayaan petani meningkat dari Rp. 0 pada awal tahun
menjadi Rp. 97,3 juta pada akhir tahun ke -11 jika perolehan hasil usaha
tersebut ditanamkan kembali kedalam proyek ini. Pada tahun tersebut, nilai sisa
aktiva tetap adalah Rp. 16,1 juta dan tidak memiliki hutang ke bank, demikian
juga akumulasi Tabungan Hari Depan (THD) telah mencapai Rp. 9,7 juta. Dengan
posisi tersebut, petani sudah mampu mandiri untuk melanjutkan usahanya.
2. Untuk
proyek Intensifikasi, kekayaan petani meningkat dari Rp. 0 pada awal tahun
menjadi Rp. 120,6 juta pada akhir tahun ke 9 jika perolehan hasil usaha
tersebut ditanamkan kembali ke dalam proyek ini. Pada tahun tersebut, nilai
sisa aktiva tetap adalah Rp. 9,1 juta dan tidak memiliki hutang ke bank, demikian
juga akumulasi Tabungan Hari Depan telah mencapai Rp. 10,7 juta. Dengan posisi
tersebut petani sudah mampu mandiri untuk melanjutkan usahanya.
Tabel
15. Proyeksi Neraca Kebun Kopi Arabika
Uraian
|
Nilai
(Rp/2 Ha)
|
|||
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
|||
Tahun
ke-3
|
Tahun
ke-11
|
Tahun
ke -1
|
Tahun
ke- 9
|
|
Akiva
lancar
|
364.129
|
81.271.613
|
8.769.700
|
111.512.135
|
Tabungan
Hari Depan
|
354.625
|
9.734.371
|
706.882
|
10.656.423
|
Hutang
Bank
|
27.753.384
|
0
|
2.970.640
|
0
|
Laba
Ditahan
|
(489.356)
|
97.343.708
|
7.068.822
|
106.564.230
|
Total
Asset
|
27.264.028
|
96.701.468
|
24.080.422
|
120.605.190
|
PROYEKSI ARUS KAS
Dengan
mengatur seluruh dana pembiayaan dari bank dan adanya grace period selama 2
tahun (untuk proyek Ekstensifikasi), maka selama masa proyek berlangsung tidak
terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman
dalam waktu yang telah ditentukan yaitu selama 5 tahun, dimulai pada tahun ke-3
hingga tahun ke-7. Setelah tahun ke-8 petani sudah dapat mandiri, artinya dari
tabungan mereka dapat membiayai sendiri usahanya.
Demikian
pula, untuk proyek Intensifikasi, selama masa proyek berlangsung tidak terjadi
defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam
waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 3 tahun, dimulai pada tahun ke-1
hingga tahun ke-3. Setelah tahun ke-4 petani sudah dapat mandiri, artinya dari
tabungan mereka, petani dapat membiayai sendiri usahanya.
Untuk
menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C), Break Even Point (BEP)
dan Pay-back Period, seperti tampak pada Tabel 16.
Tabel 16. Kriteria
Kelayakan Usaha Kebun Kopi Rakyat
Kriteria
Kelayakan
|
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
NPV
(df = 16%)
|
Rp.
10,36 juta
|
Rp.
35,67 juta
|
Net
B/C
|
5,03
|
7,8
|
IRR
|
28,27%
|
63,67%
|
BEP
|
1,927
kg
|
427
kg
|
Pay
back Period
|
4
tahun 8 bulan
|
2
tahun 8 bulan
|
ANALISA SENSIVITAS
Dengan
pertimbangan bahwa harga jual kopi arabika cenderung fluktuatif dalam pasar
internasional, serta harga-harga saat ini lebih banyak dipengaruhi deprisiasi
rupiah terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana
penurunan harga dari asumsi yang dikemukakan berpengaruh terhadap kelayakan
proyek yang diukur dengan perubahan Internal
Rate of Return (IRR), Benefit Cost
Ratio (B/C), dan Pay-back Period.
Hasilnya
untuk proyek Ekstensifikasi dapat dilihat pada Tabel 17, sedangkan untuk proyek
Intensifikasi dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel
17. Analisa Sensitivitas untuk Proyek Ekstensifikasi
No
|
Harga
Jual Kopi
|
B/C
|
IRR
|
Payback
Period
|
1.
|
Normal
(sesuai asumsi)
|
5,03
|
28,27%
|
4
tahun 8 bulan
|
2.
|
Harga
jual Rp. 3.250 -/kg
|
4,65
|
26,34%
|
5
tahun 1 bulan
|
3.
|
Harga
jual Rp. 2.750-/kg
|
3,87
|
22,17%
|
5
tahun 7 bulan
|
4.
|
Harga
jual Rp. 2.250,-/kg
|
3,09
|
17,45%
|
6
tahun 10 bulan
|
Tabel
18. Analisa Sensitivitas Untuk Proyek Intensifikasi
No
|
Harga
Jual Kopi
|
B/C
|
IRR
|
Payback
Period
|
1.
|
Normal
(sesuai asumsi)
|
7,8
|
63,67%
|
2
tahun 8 bulan
|
2.
|
Harga
jual Rp. 3.250,-/kg
|
7,11
|
58,22%
|
3
tahun
|
3.
|
Harga
jual Rp. 3.000,-/kg
|
6,42
|
52,69%
|
3
tahun 2 bulan
|
4.
|
Harga
jual Rp. 2.500,-/kg
|
5,05
|
41,23%
|
4
tahun 9 bulan
|
5.
|
Harga
jual Rp. 2. 050-/kg
|
3,81
|
30,25%
|
5
tahun 8 bulan
|
6.
|
Harga
jual Rp. 1.500,-/kg
|
2,30
|
15,34%
|
7
tahun 7 bulan
|
Agar
usaha layak secara finansial, maka tingkat harga jual kopi (biji basah) minimal
Rp. 2.250/kg untuk Proyek Ekstensifikasi dan Rp. 1.500/kg untuk Proyek
Intensifikasi
f.
Aspek
Sosial
ASPEK SOSIAL EKONOMI
Pembangunan perkebunan kopi rakyat dalam skala besar akan
mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan,
konstruksi sampai pasca konstruksi. Dengan demikian aktivitas pembangunan
perkebunan ini akan berdampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi
proyek maupun para petani peserta proyek.
Pengembangan usaha perkebunan ini akan memberikan contoh
positif bagi sistem usaha tani yang intensif dan lebih maju kepada masyarakat
sekitar lokasi proyek, yang bersifat praktis yaitu melalui learning by doing
dan seeing is be leaving.
Sebagaimana diuraikan dalam analisis finansial, pengembangan
proyek perkebunan kopi rakyat ini akan meningkatkan pendapatan petani, yang
pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani.
Secara lebih luas proyek perkebunan ini akan memberikan
dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat,
seperti peningkatan jasa transportasi, jasa perdagangan dan aktivitas ekonomi
lainnya, serta peningkatan perolehan devisa negara, karena komoditas kopi ini
termasuk salah satu komoditas ekspor.
Terbukanya hutan atau termanfaatkan 'lahan tidur' yang
dikembangkan menjadi areal produktif yang diiringi berkembangnya pemukiman dan
pusat perekonomian, serta semakin baiknya aksebilitas akan berdampak positif
terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang wilayah tersebut.
ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN
Pembukaan kawasan untuk proyek perkebunan dengan pola
kemitraan terpadu, dimana plasmanya berasal dari masyarakat petani setempat
akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat,
baik lingkungan fisik, hayati maupun sosial ekonomi.
Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan keterkaitannya dengan
ekosistem atau sub-ekosistem lainnya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada
komponen-komponen lingkungan laiinya, antara lain satwa liar, hama dan penyakit
tanaman, air, udara , transportasi dan akhirnya berdampak pula pada komponen
sosial, ekonomi, budaya, serta komponen kesehatan lingkungan.
Untuk itu perlu adanya telaah lingkungan yang berguna
memberikan informasi lingkungan, mengidentifikasi permasalahan lingkungan,
kemudian mengevaluasi dampak penting yang timbul untuk kemudian disusun suatu
alternatif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negatif dan
mengoptimalkan dampak positif.
Telaah
Amdal yang berkaitan dengan pembangunan proyek perkebunan ini, yang harus
dilakukan antara lain, identifikasi permasalahan lingkungan, yaitu telaah
'holistik' terhadap seluruh komponen lingkungan yang diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar akibat pengembangan proyek perkebunan ini, seperti
perubahan tata guna lahan, iklim mikro, tanah, vegetasi, satwa, hama dan
penyakit tanaman, sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan
sebagainya
BAB III PENUTUP
a.
Kesimpulan
·
Analisa permintaan dan penawaran
menunjukkan bahwa sampai saat ini komoditas kopi merupakan komoditas andalan
ekspor non-migas
·
Kopi adalah komoditas yang bebas dijual
belikan, sehingga dalam menerapkan pola kemitraan untuk komoditas tersebut
perlu dibuat nota kesepakatan yang mengikat setiap pihak, serta saling
menguntungkan antara petani dan mitra usaha besar.
·
Pola kemitraan yang dikembangkan adalah
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) dengan mekanisme closed system yang dapat
menguntungkan pihak-pihak yang bermitra, yaitu petani (plasma) mitra usaha
besar dan perbankan.
·
Dengan unit usaha 2 ha/petani, maka
kebutuhan biaya untuk ekstensifikasi kebun kopi arabika adalah 27.753.384/2 ha
(termasuk IDC). Biaya tersebut digunakan untuk investasi tanaman, non tanaman,
management fee dan asuransi
Sedangkan kebutuhan biaya untuk intensifikasi adalah Rp. 15.259.649/2ha. Dengan mempertimbangkan asset petani, maka kredit yang diberikan adalah Rp. 2.078.639/ha. Kredit tersebut digunakan untuk sarana produksi pada TM-1 dan beberapa kebutuhan investasi non tanaman.
Sedangkan kebutuhan biaya untuk intensifikasi adalah Rp. 15.259.649/2ha. Dengan mempertimbangkan asset petani, maka kredit yang diberikan adalah Rp. 2.078.639/ha. Kredit tersebut digunakan untuk sarana produksi pada TM-1 dan beberapa kebutuhan investasi non tanaman.
·
Sesuai dengan proyek aliran kas untuk
Proyek Ekstensifikasi kredit ini akan dapat dilunasi oleh petani dalam waktu 7
tahun dengan grace period selama 2 tahun, yaitu selama tanaman belum
menghasilkan. Dari proyek tersebut juga terlihat bahwa sejak tanaman mulai
menghasilkan petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan kas usahanya tidak pernah
mengalami defisit. Untuk proyek intensifikasi kredit akan dapat dilunasi oleh
petani dalam waktu 3 tahun, tanpa grace period. Dari proyeksi tersebut juga
terlihat bahwa petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan kas usahanya tidak
pernah mengalami defisit.
·
Hasil analisa keuntungan menunjukkan
untuk Proyek Ekstensifikasi, dengan skim KKPA yang berbunga 16% per tahun usaha
ini menguntungkan. IRR 28,27% dan B/C nya sebesar 5,03. Untuk proyek
Intensifikasi, IRR 63,67% dan B/C 7,8.
·
Berdasarkan analisa sensitifitas, agar
memenuhi kelayakan finansial untuk proyek Ekstensifikasi harga jual minimal
kopi adalah Rp. 2.250/kg, sedangkan untuk proyek Intensifikasi Rp. 1.500/kg
·
Dilihat dari aspek pemasaran, teknis
budidaya dan finansial, usaha pengembangan kebun kopi arabika ini layak untuk
dikembangkan dengan kredit perbankan.
b.
Saran
Dari
hasil analisa usahatani komoditas kopi, kegiatan tersebut sangatlah
menguntungkan untuk di jalankan mengingat kopi sangat baik tumbuh di Indonesia
dan merupakan salah satu komoditi ekspor untuk pemasukan devisa Negara, dan
kopi juga dapat menjaga kestabilan lingkungan serta salah satu tabungan bagi
pelaku usaha sampingan.
No comments:
Post a Comment